Menyelusuri pandangan ahli batik Belanda, Sabine Bolk: “Sejarah batik Indonesia melintasi samudra dan mencuri hati dunia. ”

0

Sejak menghadiri acara Zoom Batik Day pada 2 Oktober 2020 atas undangan Sabine Bolk (www.sabinebolk.nl), ada satu hal yang terus terbayang dalam pikiran saya: bahwa dalam hidup ini tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Siapa sangka, kelahiran wanita pecinta batik dari Vlaardingen ini jatuh tepat pada tanggal sama saat batik Indonesia mendapatkan pengakuan sebagai “Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi” (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO sejak tahun 2009. Saat itu, Sabine berusia 25 tahun dan tengah mendalami arti di balik keanekaragaman pola dan desain kain-kain budaya di sekolah tinggi Academie Kunst en Vormgeving St. Joost di Kota Breda.

Kisah cinta batik Indonesia

Ketertarikan Sabine akan budaya negara-negara lain dimulai semenjak kecil sewaktu ayah-ibunya sering membawanya ke berbagai macam museum di Belanda. Belanda yang terkenal sebagai negara museum terpadat sedunia sanggup menonjolkan aneka rupa budaya dunia secara interaktif dan kreatif.

Perkenalan pertama dengan kain batik terjadi saat kakek dan neneknya pulang beribur dari Indonesia membawa buah tangan kain batik dari Jawa. Kepesonaan pola-pola batik dan cerita-cerita asing dari negara asing jauh di bagian timur dunia mencetuskan rasa ingin tahunya.

Pada tahun 2008, Sabine menerima beasiswa dari lembaga budaya BKVB (sekarang Mondriaan Fonds) untuk mendalami budaya batik di Indonesia. Keberuntungan inilah yang menjadi titik awal buat Sabine untuk mendalami dunia batik dari segi identitas, lingkungan, hikayat, kewibawaan, dan pengaruh sejarah kolonialnya.

Tanpa diketahui, ternyata Sabine kerap menghadapi sekaligus membuka misteri banyak aspek kehidupan tentang para pengrajin dan pemakai, serta tentang perkembangan budaya batik di Indonesia dan pengaruhnya di dunia. Perjalanan batik ini ditulisnya secara cermat dalam blognya De Reis Naar Batik. Salah satu kejutan yang ia temukan berada di Jawa Tengah tentang penurunan nilai budaya batik. Dengan semaraknya kain batik yang dicetak cepat, maka nilai-nilai keotentikan batik terancam meredup.

Keunikan canting Indonesia

Menurut Sabine, setiap kain batik memiliki makna unik yang menceritakan keadaan serta kondisi emosional, sosial, politik, budaya dan lingkungan sang pengrajin. Kaidah komunikasi inilah yang membuat batik sebuah produk fashion yang bernilai tinggi. Teknik membatik pun memiliki keunikan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan jenis-jenis batik yang berasal dari luar Indonesia. Seperti halnya dalam penggunaan canting, yaitu sebuah teknik membatik yang hanya dapat ditemukan di Jawa.

Bukan hanya dari unsur tekniknya tetapi batik juga memiliki cerita sejarah yang tidak kalah menarik. Menurut para pakar, patron-patron jenis batik sudah ditemukan di seluruh pelosok dunia ribuan tahun yang lalu. Mereka sepakat bahwa perkembangan serta penyebaran budaya batik yang memiliki dampak sosial yang pesat yakni batik yang berasalkan dari pulau Jawa.

Dibukanya Terusan Suez di Mesir pada tahun 1869 memungkinkan istri-istri para pengusaha Belanda menyeberangi lautan menyusul suami-suaminya yang sudah berdomisili di Hindia-Belanda. Tentu saja, gaya pakaian wanita-wanita Belanda ini kurang sesuai untuk iklim tropis. Beralihlah ketertarikan wanita-wanita Eropa ini terhadap baju-baju tradisional penduduk lokal. Saat itu, baju para wanita Indonesia, terutama di Jawa, terdiri dari sarung batik dan kebaya. Dari sinilah muncul mode baju batik di kalangan masyarakat Indo-Eropa. Ternyata gaya pakaian ini sangat digemari orang Belanda yang akhirnya menggagasi produksi kain batik dengan metode cepat dan efisien, yaitu dengan menggunakan mesin cap. Kain batik palsu yang disebut waxprint juga diproduksi di Belanda dengan tujuan untuk dijual di Indonesia.

Pusat pembuatan kain waxprint ini yang paling terkenal dan tertua di Belanda bernama Vlisco (https://www.vlisco.com/) di kota Helmond. Untungnya, rakyat Indonesia tidak menyukainya dan banyak kain dikembalikan ke Belanda melalui perahu-perahu layar. Perahu layar yang membawa kain-kain waxprint ini ditawarkan di beberapa bagian Afrika yang diduduki Belanda. Di bagian Barat Afrika, tepatnya di Gana, ternyata kain waxprint ini sangat digemari. Dari sinilah terlahir budaya batik baru yang diperoleh melalui proses asimilasi sesuai selera penduduk dari belahan dunia ini.

Isen Isen Beras Wutah

Saat saya bertanya kepada Sabine mengenai pola batik kesayangannya, dia bilang banyak sekali pola batik yang ia gemari. Namun, setelah berpikir sejenak, Sabine menyatakan preferensinya kepada motif batik yang disebut Isen Isen Beras Wutah. Menurut artinya, isen adalah motif batik di mana hiasannya berupa titik-titik atau garis yang fungsinya guna mengisi kain[1]. Kombinasi isen dan beras wutah melambangkan kesuburan dan kemakmuran[2].

Kalau dilihat dari motif utama batik, Sabine sangat menyukai desain Pagi-Sore karena memperlihatkan makna dualitas antara terang-gelap dan awal-akhir.

Batik Pagi Sore

Dalam desain Pagi-Sore ini juga terdapat banyak pengaruh dari zaman pendudukan Jepang. Tentu kita tidak dapat membayangkan bagaimana seni batik seindah itu dapat dihasilkan dari situasi sosial-politik yang keji dan penuh derita. Di Breda, Sabine pun pernah memberikan eksposisi mengenai batik-batik dari zaman ini, lihat: https://www.sabinebolk.nl/projects/difficult-time/.

Ternyata, perkembangan seni batik banyak mendapatkan pengaruhnya dari zaman-zaman kependudukan negara-negara asing di Indonesia. Saya ingin lebih tahu tentang pengaruh motif batik yang diproduksikan oleh dan untuk masyarakat Indo-Eropa di Hindia Belanda saat itu. Sabine menjelaskan bahwa motif paling terkenal adalah Buketan, di mana sepanjang kain terhiasi oleh gambar buket bunga.

Buketan Indo-Eropa

Perbedaan antara batik Indo-Eropa dan batik Jawa terletak di gambaran detail serta penggunaan warna. Selain itu, latar belakang kain Jawa biasanya terisi penuh sedangkan motif Indo-Eropa dibiarkan kosong.

Mempertahankan batik tradisional Indonesia

Setelah mengenal Sabine lebih baik saya akui bahwa pengetahuannya tentang sejarah dan perkembangan batik sangat mengagumkan. Selain itu, Sabine adalah duta batik di Belanda yang memiliki ambisi untuk mempertahankan keotentikan budaya batik. Dia sering diundang untuk memberikan wacana dan pameran batik di Belanda. Saat saya menanyakan Sabine tentang visi dan misinya untuk batik di masa depan, jawabnya: Indonesia dan dunia perlu lebih menghargai nilai seni batik. Caranya adalah dengan mendalami pengetahuian kita tentang sejarah serta proses produksi batik, memastikan keaslian kain batik yang dibelinya, dan menghargai seniman di baliknya. Di samping itu, kita juga harus mewaspadai tentang ancaman nilai kain batik yang semakin menurun akibat fast fashion dan batik-batik palsu.

5 tips untuk membedakan antara batik palsu dan batik asli menurut Sabine adalah sebagai berikut:

1) Ketahuilah pengertian kata ‘Batik’. Batik adalah perkumpulan nama semua jenis motif atau kain batik. ‘Batik Tulis’ merupakan batik yang ditulis dengan tangan dengan bantuan canting. ‘Batik Cap’ adalah kain batik yang mempergunakan teknik cap atau stempel. ‘Batik Kombinasi’ terdiri dari kain batik yang dibuat dengan teknik kombinasi menggunakan canting dan teknik cap ataupun print. ‘Batik Print’ adalah kain yang di-print.

2) Pandangi kain dari dua sisi. Kain batik dibuat dengan dilekatkan wax panas pada kain. Oleh karena itu wax akan diserap oleh kain dan motif batik akan terlihat pada kedua sisi kain.

3) Perhatikan patron batik. Lipatlah kain batik dua kali agar patron batik terulang sebelahan. Bila patronnya sama maka kain ini tidak terbuat dengan tangan tetapi kemungkinan lewat teknik print.

4) Perhatikan detail. Garis maupun titik yang ditulis dengan cap atau wax berbeda karakternya bila di-print atau dicetak. Maka perhatikan detail-detail pada kain batik satu sama lain.

5) Beli dengan bijak. Sering dikatakan bahwa batik asli mahal, namun pernyataan ini tidak tepat karena menimbulkan salah kaprah para konsumen yang melihat kain-kain batik cetak yang dihargai mahal sebagai batik asli. Lebih baik para konsumen membeli batik langsung dari produsennya atau para penjual yang dapat memberikan garansi keaslian batiknya, seperti dengan Sabine Bolk.

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan pencet di sini.


[1] ‘Bentuk dan makna nama-nama Batik Kudus’, Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang 2013. http://lib.unnes.ac.id/18394/1/2102406686.pdf. Halaman: 14

[2] ‘Bentuk dan makna nama-nama Batik Kudus’, Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang 2013. http://lib.unnes.ac.id/18394/1/2102406686.pdf. Halaman: 64

SHARE.
Share.

About Author

In deze tijdperk van globalisering zouden we eigenlijk meer open moeten zijn voor de wereld, zonder te vergeten waar je vandaan komt. Als schrijver bij Belindomag wilt Wati aan de lezers laten zien dat onze toekomst optimist-verantwoord is. De creatieve en levendige culturele wortels van Nederland en Indonesië hebben Wati gevormd en zijn overigens ook de pilaren van onze maatschappij. Wij bepalen de koers van de toekomst op basis van onze gedeelde normen en waarden. “Ik ben Belindo die van de culturele dynamiek tussen Nederland en Indonesië houd, ik koester het respect en saamhorigheid van onze maatschappijen”.

Leave A Reply